Welcome in My Blog Novianti Artriani

Senin, 10 Juni 2013

Sejarah Konsep Waktu dan 15 Nilai Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa

Sejarah Konsep Waktu

Sejarah Etimologi Pengertian menurut para ahli
Sejarah, babad, hikayat, riwayat, atau tambo dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau atau asal-usul (keturunan) silsilah, terutama bagi raja-raja yang memerintah. Adapun ilmu sejarah adalah ilmu yang digunakan untuk mempelajari peristiwa penting masa lalu manusia.  Pengetahuan sejarah meliputi pengetahuan akan kejadian-kejadian yang sudah lampau serta pengetahuan akan cara berpikir secara historis. Orang yang mengkhususkan diri mempelajari sejarah atau ahli sejarah disebut sejarawan.
Dahulu, pembelajaran mengenai sejarah dikategorikan sebagai bagian dari ilmu budaya (humaniora). Akan tetapi, kini sejarah lebih sering dikategorikan ke dalam ilmu sosial, terutama bila menyangkut perunutan sejarah secara kronologis. Ilmu sejarah mempelajari berbagai kejadian yang berhubungan dengan kemanusiaan pada masa lalu. Ilmu sejarah dapat dibagi menjadi kronologi, historiografi, genealogi, paleografi, dan kliometrik.
J.V. Bryce Sejarah adalah catatan dari apa yang telah dipikirkan, dikatakan, dan diperbuat oleh manusia.
W.H. Walsh Sejarah itu menitikberatkan pada pencatatan yang berarti dan penting saja bagi manusia. Catatan itu meliputi tindakan-tindakan dan pengalaman-pengalaman manusia di masa lampau pada hal-hal yang penting sehingga merupakan cerita yang berarti.
Patrick Gardiner Sejarah adalah ilmu yang mempelajari apa yang telah diperbuat oleh manusia.
Roeslan Abdulgani Ilmu sejarah adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan yang meneliti dan menyelidiki secara sistematis keseluruhan perkembangan masyarakat serta kemanusiaan di masa lampau beserta kejadian-kejadian dengan maksud untuk kemudian menilai secara kritis seluruh hasil penelitiannya tersebut, untuk selanjutnya dijadikan perbendaharaan pedoman bagi penilaian dan penentuan keadaan sekarang serta arah proses masa depan.
Moh. Yamin Sejarah adalah suatu ilmu pengetahuan yang disusun atas hasil penyelidikan beberapa peristiwa yang dapat dibuktikan dengan bahan kenyataan.
Ibnu Khaldun (1332-1406) Sejarah didefinisikan sebagai catatan tentang masyarakat umum manusia atau peradaban manusia yang terjadi pada watak/sifat masyarakat itu.
Moh. Ali Moh. Ali dalam bukunya Pengantar Ilmu Sejarah Indonesia, mempertegas pengertian sejarah sebagai berikut:
1. Jumlah perubahan-perubahan, kejadian atau peristiwa dalam kenyataan di sekitar kita.
 2. Cerita tentang perubahan-perubahan, kejadian, atau peristiwa dalam kenyataan di sekitar kita.
3. Ilmu yang bertugas menyelidiki perubahan-perubahan, kejadian, dan atau peristiwa dalam kenyataan di sekitar kita.

Dari beberapa uraian di atas dibuat kesimpulan sederhana bahwa sejarah adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari segala peristiwa atau kejadian yang telah terjadi pada masa lampau dalam kehidupan umat manusia. Dalam kehidupan manusia, peristiwa sejarah merupakan suatu peristiwa yang abadi, unik, dan penting.
Peristiwa yang abadi Peristiwa sejarah tidak berubah-ubah dan tetap dikenang sepanjang masa.
Peristiwa yang unik Peristiwa sejarah hanya terjadi satu kali dan tidak pernah terulang persis sama untuk kedua kalinya.
Peristiwa yang penting Peristiwa sejarah mempunyai arti dalam menentukan kehidupan orang banyak.
Karena lingkup sejarah sangat besar, perlu klasifikasi yang baik untuk memudahkan penelitian. Bila beberapa penulis seperti H.G. Wells, Will Durant, dan Ariel Durant menulis sejarah dalam lingkup umum, kebanyakan sejarawan memiliki keahlian dan spesialisasi masing-masing.
Ada banyak cara untuk memilah informasi dalam sejarah, antara lain:
Berdasarkan kurun waktu (kronologis). Berdasarkan wilayah (geografis). Berdasarkan negara (nasional). Berdasarkan kelompok suku bangsa (etnis). Berdasarkan topik atau pokok bahasan (topikal). Dalam pemilahan tersebut, harus diperhatikan bagaimana cara penulisannya seperti melihat batasan-batasan temporal dan spasial tema itu sendiri. Jika hal tersebut tidak dijelaskan, maka sejarawan mungkin akan terjebak ke dalam falsafah ilmu lain, misalnya sosiologi. Inilah sebabnya Immanuel Kant yang disebut-sebut sebagai Bapak Sosiologi mengejek sejarah sebagai "penata batu-bata" dari fakta-fakta sosiologis.
Banyak orang yang mengkritik ilmu sejarah. Para pengkritik tersebut melihat sejarah sebagai sesuatu yang tidak ilmiah karena tidak memenuhi faktor-faktor keilmuan, terutama faktor "dapat dilihat atau dicoba kembali", artinya sejarah hanya dipandang sebagai pengetahuan belaka, bukan sebagai ilmu. Sebenarnya, pendapat ini kurang bisa diterima akal sehat karena sejarah mustahil dapat diulang walau bagaimana pun caranya karena sejarah hanya terjadi sekali untuk selama-lamanya. Walau mendapat tantangan sedemikian itu, ilmu sejarah terus berkembang dan menunjukkan keeksisannya dalam tataran ilmu.

Sebuah sketsa dari Perpustakaan Alexandria pada masa lalu
Ahli sejarah mendapatkan informasi mengenai masa lampau dari berbagai sumber, seperti catatan yang ditulis atau dicetak, mata uang atau benda bersejarah lainnya, bangunan dan monumen, serta dari wawancara (yang sering disebut sebagai "sejarah penceritaan", atau oral history dalam bahasa Inggris). Untuk sejarah modern, sumber-sumber utama informasi sejarah adalah: foto, gambar bergerak (misalnya: film layar lebar), audio, dan rekaman video. Tidak semua sumber-sumber ini dapat digunakan untuk penelitian sejarah, karena tergantung pada periodeyang hendak diteliti atau dipelajari. Penelitian sejarah juga bergantung pada historiografi, atau cara pandang sejarah, yang berbeda satu dengan yang lainnya.


Ada banyak alasan mengapa orang menyimpan dan menjaga catatan sejarah, termasuk: alasan administratif (misalnya: keperluan sensus, catatan pajak, dan catatan perdagangan), alasan politis (guna memberi pujian atau kritik pada pemimpin negara, politikus, atau orang-orang penting), alasan keagamaan, kesenian, pencapaian olah raga (misalnya: rekor Olimpiade), catatan keturunan (genealogi), catatan pribadi (misalnya surat-menyurat), dan hiburan.
Namun dalam penulisan sejarah, sumber-sumber tersebut perlu dipilah-pilah. Metode ini disebut dengan kritik sumber. Kritik sumber dibagi menjadi dua macam, yaitu ekstern dan intern. Kritik ekstern adalah kritik yang pertama kali harus dilakukan oleh sejarawan saat dia menulis karyanya, terutama jika sumber sejarah tersebut berupa benda. Yakni dengan melihat validisasi bentuk fisik karya tersebut, mulai dari bentuk, warna dan apa saja yang dapat dilihat secara fisik. Sedang kritik intern adalah kritik yang dilihat dari isi sumber tersebut, apakah dapat dipertanggungjawabkan atau tidak.
Wawancara juga dipakai sebagai sumber sejarah. Namun perlu pula sejarawan bertindak kritis baik dalam pemilahan narasumber sampai dengan translasi ke bentuk digital atau tulisan.
Dulu, penelitian tentang sejarah terbatas pada penelitian atas catatan tertulis atau sejarah yang diceritakan. Akan tetapi, seiring dengan peningkatan jumlah akademik profesional serta pembentukan cabang ilmu pengetahuan yang baru sekitar abad ke-19 dan 20, terdapat pula informasi sejarah baru. Arkeologi, antropologi, dan cabang-cabang ilmu sosial lainnya terus memberikan informasi yang baru, serta menawarkan teori-teori baru tentang sejarah manusia. Banyak ahli sejarah yang bertanya: apakah cabang-cabang ilmu pengetahuan ini termasuk dalam ilmu sejarah, karena penelitian yang dilakukan tidak semata-mata atas catatan tertulis? Sebuah istilah baru, yaitu nirleka, dikemukakan. Istilah "prasejarah" digunakan untuk mengelompokkan cabang ilmu pengetahuan yang meneliti periode sebelum ditemukannya catatan sejarah tertulis.

Pada abad ke-20, pemisahan antara sejarah dan prasejarah mempersulit penelitian. Ahli sejarah waktu itu mencoba meneliti lebih dari sekadar narasi sejarah politik yang biasa mereka gunakan. Mereka mencoba meneliti menggunakan pendekatan baru, seperti pendekatan sejarah ekonomi, sosial, dan budaya. Semuanya membutuhkan bermacam-macam sumber. Di samping itu, ahli prasejarah seperti Vere Gordon Childe menggunakan arkeologi untuk menjelaskan banyak kejadian-kejadian penting di tempat-tempat yang biasanya termasuk dalam lingkup sejarah (dan bukan prasejarah murni). Pemisahan seperti ini juga dikritik karena mengesampingkan beberapa peradaban, seperti yang ditemukan di Afrika Sub-Sahara dan di Amerika sebelum kedatangan Columbus.
Akhirnya, secara perlahan-lahan selama beberapa dekade belakangan ini, pemisahan antara sejarah dan prasejarah sebagian besar telah dihilangkan.
Sekarang, tidak ada yang tahu pasti kapan sejarah dimulai. Secara umum sejarah diketahui sebagai ilmu yang mempelajari apa saja yang diketahui tentang masa lalu umat manusia (walau sudah hampir tidak ada pemisahan antara sejarah dan prasejarah, ada bidang ilmu pengetahuan baru yang dikenal dengan Sejarah Besar). Kini sumber-sumber apa saja yang dapat digunakan untuk mengetahui tentang sesuatu yang terjadi pada masa lampau (misalnya: sejarah penceritaan, linguistik, genetika, dan lain-lain), diterima sebagai sumber yang sah oleh kebanyakan ahli sejarah.

Historiografi

Historiografi adalah ilmu yang meneliti dan mengurai informasi sejarah berdasarkan sistem kepercayaan dan filsafat. Walau tentunya terdapat beberapa bias (pendapat subjektif) yang hakiki dalam semua penelitian yang bersifat historis (salah satu yang paling besar di antaranya adalah subjektivitas nasional), sejarah dapat dipelajari dari sudut pandang ideologis, misalnya: historiografi Marxisme.
Ada pula satu bentuk pengandaian sejarah (spekulasi mengenai sejarah) yang dikenal dengan sebutan "sejarah virtual" atau "sejarah kontra-faktual" (yaitu: cerita sejarah yang berlawanan -- atau kontra -- dengan fakta yang ada). Ada beberapa ahli sejarah yang menggunakan cara ini untuk mempelajari dan menjelajahi kemungkinan-kemungkinan yang ada apabila suatu kejadian tidak berlangsung atau malah sebaliknya berlangsung. Hal ini mirip dengan jenis cerita fiksi sejarah alternatif.
Ahli-ahli sejarah terkemuka yang membantu mengembangkan metode kajian sejarah antara lain: Leopold von Ranke, Lewis Bernstein Namier, Geoffrey Rudolf Elton, G. M. Trevelyan, dan A. J. P. Taylor. Pada tahun 1960an, para ahli sejarah mulai meninggalkan narasi sejarah yang bersifat epik nasionalistik, dan memilih menggunakan narasi kronologis yang lebih realistik.
Ahli sejarah dari Perancis memperkenalkan metode sejarah kuantitatif. Metode ini menggunakan sejumlah besar data dan informasi untuk menelusuri kehidupan orang-orang dalam sejarah.
Ahli sejarah dari Amerika, terutama mereka yang terilhami zaman gerakan hak asasi dan sipil, berusaha untuk lebih mengikutsertakan kelompok-kelompok etnis, suku, ras, serta kelompok sosial dan ekonomi dalam kajian sejarahnya.
Dalam beberapa tahun kebelakangan ini, ilmuwan posmodernisme dengan keras mempertanyakan keabsahan dan perlu tidaknya dilakukan kajian sejarah. Menurut mereka, sejarah semata-mata hanyalah interpretasi pribadi dan subjektif atas sumber-sumber sejarah yang ada. Dalam bukunya yang berjudul In Defense of History (terj: Pembelaan akan Sejarah), Richard J. Evans, seorang profesor bidang sejarah modern dari Universitas Cambridge di Inggris, membela pentingnya pengkajian sejarah untuk masyarakat.
Sejarah adalah topik ilmu pengetahuan yang sangat menarik. Tak hanya itu, sejarah juga mengajarkan hal-hal yang sangat penting, terutama mengenai: keberhasilan dan kegagalan dari para pemimpin kita, sistem perekonomian yang pernah ada, bentuk-bentuk pemerintahan, dan hal-hal penting lainnya dalam kehidupan manusia sepanjang sejarah. Dari sejarah, kita dapat mempelajari apa saja yang memengaruhi kemajuan dan kejatuhan sebuah negara atau sebuah peradaban. Kita juga dapat mempelajari latar belakang alasan kegiatan politik, pengaruh dari filsafat sosial, serta sudut pandang budaya dan teknologi yang bermacam-macam, sepanjang zaman.
Salah satu kutipan yang paling terkenal mengenai sejarah dan pentingnya kita belajar mengenai sejarah ditulis oleh seorang filsuf dari Spanyol, George Santayana. Katanya: "Mereka yang tidak mengenal masa lalunya, dikutuk untuk mengulanginya."
Filsuf dari Jerman, Georg Wilhelm Friedrich Hegel mengemukakan dalam pemikirannya tentang sejarah: "Inilah yang diajarkan oleh sejarah dan pengalaman: bahwa manusia dan pemerintahan tidak pernah belajar apa pun dari sejarah atau prinsip-prinsip yang didapat darinya." Kalimat ini diulang kembali oleh negarawan dari Inggris Raya, Winston Churchill, katanya: "Satu-satunya hal yang kita pelajari dari sejarah adalah bahwa kita tidak benar-benar belajar darinya."
Winston Churchill, yang juga mantan jurnalis dan seorang penulis memoar yang berpengaruh, pernah pula berkata "Sejarah akan baik padaku, karena aku akan menulisnya." Tetapi sepertinya, ia bukan secara literal merujuk pada karya tulisnya, tetapi sekadar mengulang sebuah kutipan mengenai filsafat sejarah yang terkenal: "Sejarah ditulis oleh sang pemenang." Maksudnya, seringkali pemenang sebuah konflik kemanusiaan menjadi lebih berkuasa dari taklukannya. Oleh karena itu, ia lebih mampu untuk meninggalkan jejak sejarah -- dan pemelesetan fakta sejarah -- sesuai dengan apa yang mereka rasa benar.
Pandangan yang lain lagi menyatakan bahwa kekuatan sejarah sangatlah besar sehingga tidak mungkin dapat diubah oleh usaha manusia. Atau, walaupun mungkin ada yang dapat mengubah jalannya sejarah, orang-orang yang berkuasa biasanya terlalu dipusingkan oleh masalahnya sendiri sehingga gagal melihat gambaran secara keseluruhan.
Masih ada pandangan lain lagi yang menyatakan bahwa sejarah tidak pernah berulang, karena setiap kejadian sejarah adalah unik. Dalam hal ini, ada banyak faktor yang menyebabkan berlangsungnya suatu kejadian sejarah; tidak mungkin seluruh faktor ini muncul dan terulang lagi. Maka, pengetahuan yang telah dimiliki mengenai suatu kejadian pada masa lampau tidak dapat secara sempurna diterapkan untuk kejadian pada masa sekarang. Tetapi banyak yang menganggap bahwa pandangan ini tidak sepenuhnya benar, karena pelajaran sejarah tetap dapat dan harus diambil dari setiap kejadian sejarah. Apabila sebuah kesimpulan umum dapat dengan seksama diambil dari kejadian ini, maka kesimpulan ini dapat menjadi pelajaran yang penting. Misalnya: kinerja respon darurat bencana alam dapat terus dan harus ditingkatkan; walaupun setiap kejadian bencana alam memang, dengan sendirinya, unik.

Sasaran dan Tujuan Pembelajaran Sejarah
Sejarah merupakan cabang ilmu pengetahuan yang menelaah tentang asal-usul dan perkembagan serta peranan masyarakat dimasa lampau berdasarkan metode dan metodologi tertentu (Sapriya, 2009:208-209). Terkait dengan pendidikan sejarah di sekolah dasar hingga sekolah menengah, pengetahuan masa lampau tersebut mengandung nilai-nilai kearifan yang dapat digunakan untuk melatih kecerdasan, membentuk sikap, watak dan kepribadian siswa.
Sasaran umum pembelajaran sejarah menurut S.K. Kochhar (2008:27-37) adalah :
1. Mengembangkan tentang diri sendiri.
2. Memberikan gambaran yang tepat tentang konsep waktu, ruang dan masyarakat.
3. Membuat masyarakat mampu mengevaluasi nilai dan hasil yang telah dicapai oleh generasinya.
4. Mengajarkan toleransi.
5. Menanamkan sikap intelektual.
6. Memperluas cakrawala intelektualitas.
7. Mengajarkan prinsip-prinsip intelektualitas.
8. Mengajarkan prinsip-prinsip moral.
9. Menanamkan orientasi kemasa depan.
10. Memberikan pelatihan mental.
11. Melatih siswa menangani isu-isu kontroversial.
12. Membantu mencarikan jalan keluar bagi berbagai masalah sosial dan perorangan.
13. Memperkokoh rasa nasionalisme.
14. Mengembangkan pemahaman internasioanal.
15. Mengembangkan keterempilan-keterampilan yang berguna.

Tujuan Pembelajaran Sejarah
Sejarah adalah mata pelajaran yang menanamkan pengetahuan dan nilai-nilai mengenai proses perubahan dan perkembangan masyarakat Indonesa dan dunia pada masa lampau hinnga kini (Isjoni, 2007:71). Orientasi pembelajaran sejarah di tingkat SMA bertujuan untuk agar siswa memperoleh pemahaman ilmu dan memupuk pemikiran historis dan pemahaman sejarah. Pemahaman ilmu membawa pemerolehan fakta dan penguasaan ide-ide dan kaedah sejarah (Isjoni, 2007:71 ; Hassan, 1998:113).
Sebagai sarana pendidikan, pengajaran sejarah termasuk pengajaran normatif, karena tujuan dan sasarannya lebih dutujukan pada segi-segi normatif yaitu segi nilai dan makna yang sesuai dengan tujuan pendidikan itu sendiri (Alfian, 2007:1). Melalui pengajaran sejarah siswa mampu mengembangkan kompetensi untuk berpikir secara kronologis dan memiliki pengetahuan tentang masa lampau yang dapat digunakan untuk memahami dan menjelaskan proses perkembanagan dan perubahan masyarakat serta keragaman sosial budaya dalam rangka menemukan dan menumbuhkan jatidiri bangsa ditengah-tengah kehidupan masyarakat dunia.
Pengajaran sejarah juga bertujuan agar siswa menyadari adanya keragaman pengalaman hidup pada masing-masing masyarakat dan adanya cara pandang yang berbeda terhadap masa lampau untuk memahami masa kini dan membangun pengetahuan serta pemahaman untuk menghadapai masa yang akan datang (Depdiknas, 2003 dalam Isjoni, 2007:72).
Tujuan instruksional pembelajaran sejarah di Sekolah Menengah Atas menurut S.K. Kochhar (2008) adalah mengembangkan (1) pengetahuan, (2) pemahaman, (3) pemikiran kritis, (4) keterampilan praktis, (5) minat, dan (6) perilaku. Sedangkan menurut Sapriya (2009:209-210) mata pelajaran sejarah bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan :
1. Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya waktu dan tempat yang merupakan sebuah proses dari masa lampau, masa kini dan masa depan.
2. Melatih daya krirtis peserta didik untuk memahami fakta sejarah secara benar dengan didasarkan pada pendekatan ilmiah dan metodologi keilmuan.
3. Menumbuhkan apresiasi dan penghargaan peserta didik terhadap peninggalan sejarah sebagai bukti peradaban bangsa Indonesia dimasa lampau.
4. Menumbuhkan pemahaman peserta didik terhadap proses terbentuknya bangsa Indonesia melalui sejarah yang panjang dan masih berproses hingga masa kini dan masa yang akan datang.
5. Menumbuhkan kesadaran dalam diri peserta didik sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang memiliki rasa bangga dan cinta tanah air yang dapat di implementasikan dalam berbagai bidang kehidupan baik nasional maupun internasional

Landasan Sejarah
Sejarah adalah keadaan masa lampau dengan segala macam kejadian atau kegiatan yang dapat didasari oleh konsep-konsep tertentu. Sejarah mencakup segala kejadian dalam ala mini, termasuk hal –hal yang dikembangkan oleh budi daya manusia. Demikianlah ada sejarah candi, sejarah fosil, sejarah batu – batuan, sejarah perkembangan benua dan pulau, sejarah politik, sejarah suatu Negara, sejarah ilmu, sejarah pendidikan, dan sebagainya.
            Sejarah penuh dengan informasi  - informasi yang mengandung kejadian, model, konsep, teori, praktik, moral, cita-cita, bentuk dan sebagainya. Informasi – informasi yang lampau ini terutama yang bersifat kebudayaan pada umumnya berisi konsep, praktik, dan hasil yang diperoleh. Sejarah tentang candi Borobudur misalnya mengandung konsep tentang cara membuat candi itu, tujuan yang ingin dicapai, proses pembuatannya, dan hasil yang bias dinikmati sampai saat ini.
Informasi – informasi tersebut di atas merupakan warisan generasi muda dan generasi pendahulunya yang tidak ternilai harganya. Generasi muda banyak belajar dari informasi ini. Belajar dalam arti memanfaatkan informasi ini dalam upaya memajukan diri. Bukan belajar hanya menerima dan bertahan dalam kebudayaan itu, melainkan kebudayaan itu dijadikan landasan dan bahan perbandingan untuk maju.
            Setiap bidang kegiatan yang dikejar oleh manusia untuk maju, pada umumnya dikaitkan juga dengan bagaimana keadaan bidang itu pada masa lampau. Apakah bidang itu dahulu sudah baik atau maju, apakah baru dalam fase mulai, ataukah sudah lama dikerjakan tetapihasilnya belum memuaskan, bagaimana konsep dan praktiknya ? jawaban dari pertanyan – pertanyaan tersebut di atas memberi dasar orang – orang bersangkutan untuk bertindak lebih lanjut dalam bidang itu. Demikian juga dalam bidang pendidikan, para ahli pendidikan sebelum menangani bidang itu, terlebih dahulu mereka memeriksa sejarah tentang pendidikan baik yang bersifat nasional maupun internasional. Dengan cara ini mereka tahu apa yang sudah dikerjakan oleh bangsanya dan hasil yang diperoleh, mereka juga bias memeriksa apakah sudah cocok dengan keadaan/tujuan pendidikan sekarang. Sebagai bahan tambahan, mereka juga mencari informasi pada sejarah pendidikan dunia.

A.       Sejarah Pendidikan Dunia (dari diktat Pribadi)
Umur sejarah pendidikan dunia sudah panjangan sekali. Mulai dari zaman Hellenisme tahun 150SM – 500, ke zaman pertengahan tahun 500 – 1500,  zaman Hellenisme atau Renaissance serta zaman Reformasi dan Kontra Reformasi pada Tahun 1600an. Pendidikan pada zaman ini belum banyak memberikan kontribusinya pada pendidikan zaman sekarang. Oleh sebab itu , pendidikan yang terjadi pada zaman ini tidak diuraikan.
Pendidikan yang mulai menunjukkan perbedaan eksistensinya dengan pendidikan – pendidikan sebelumnya adalah sejak zaman Realisme. Bila pendidikan-pendidikan sebelumnya masih banyak berkiblat pada dunia ide, dunia surge, atau akhirat, maka pada zaman Realisme, pendidikan diarahkan pada kehidupan dunia dan bersumber dari keadaan didunia pula.
Gerakan ini didorong oleh berkembangnya ilmu – ilmu pengetahuan alam, seperti penemuan – penemuan baru dalam ilmu pengetahuan alam, seperti penemuan – penemuan baru dalam ilmu falak tentang planet – planet dan bumi mengitari matahari serta penemuan – penemuan daerah baru dalam mengelilingi dunia. Orang – orang mulai mengarahka perhatiannya pada alam tempat mereka hidup dan menjalani kehidupan ini. Mereka kurang percaya pada metode deduktif, yaitu bertitik tolak dari ketentuan umum yang tertulis dalam buku kebudayaan klasik menuju ke gejala – gejala yang ada di alam ini. Gejala tidak dijelaskan lewat buku klasik, melainkan mereka selidiki sendiri dan tafsirkan sendiri maknanya, sebagai zaman kebangkitan ilmu.
Francis Bacon adalah tokoh pendidikan pada zaman Realisme ini (abad ke-17) yang pertama mengembangkan metode induktif. Pendapat Bacon adalah sebagai berikut :
1.  Dalam menemukan dan mengembangkan pengetahuan, pandangan harus diarahkan kepada realita ala mini serta hal – hal praktis yang ada di dalamnya.
2. Alam lingkungan adalah sumber pengetahuan yang bias didapat lewat alat – alat indra.
3. Menggunakan metode berpikir induktif, yaitu mulai dari menemukan fakta – fakta khusus kemudian dianalisis sehingga menimpulkan simpulan.
4. Bila memungkinkan dapat mengembangkan pengetahuan dengan eksperimen – eksperimen.
5. Penggunaan bahasa daerah lebih diutamakan.

Ada sejumlah prinsip pendidikan yang berkembang pada waktu itu, yang dirumuskan oleh Bacon beserta pengikutnya, yaitu.
1. Pendidikan lebih dihargai daripada pengajran sebab mengembangkan semua kemampuan manusia.
2. Pendidikan harus menekankan aktivitas sendiri.
3. Penamaan pengertian lebih penting daripada hafalan.
4. Pelajaran disesuaikan dengan perkembangan anak.
5. Pelajaran harus diberikan satu per satu.
6. Pengetahuan diperoleh dengan metode induksi.
7. Semua anak harus mendapatkan kesempatan yang sama untuk belajar.

Tokoh Realisme yang lain adalah Johann Amos Comenius. Tokoh ini terkenal karena bukunya:
1. Janua Linguarum Reserata atau Pintu Terbuka bagi bahasa, Tahun 1631.
2. Didactica Magna atau Buku Didaktik yang besar, Tahun 1632.
3.Orbis Pictus atau Gambar Dunia, Tahun 1651.

Buku yang pertama adalah buku pelajaran bahasa, yaitu cara untuk memudahkan, mempelajari bahasa latin, dengan jalan menuliskan bahasa latin pada sebelah kiri dan bahasa daerahnya disebelah kanan. Dengan cara ini, anak – anak diharapkan lebih mudah belajar bahasa latin sebab terjemahannya sudah tersedia di sebelah kanan.
Buku pelajaran bahasa ini kemudian disempurnakan dengan memasukkan gambar – gambar ke dalamnya, yang dikenal denganbuku Orbis Pictus.  Setiap kata atau angka dilengkapi dengan gambar sehingga ada asosiasi antara arti kata atau angka itu dengan gambar.
            Begitu pula antara kalimat dengan gambar. Dengan cara ni anak – anak menjadi lebih mudah mempelajari bahasa Latin itu. Disamping itu Comenius juga mengharapkan cara ini dapat mendorong anak – anak lebih aktif belajar. Buku ini merupakan sumber pengajaran dengan alat peraga.
            Sementara itu buku Didactica Magna merupakan buku yang buku yang menceritakan tentang didaktik atau cara mengajar. Comenius menghendaki metode yang sesuai dengan perkembangan alamiah atau hukum – hokum alam, dengan cara:
1.   Belajar melalui peragaan atau cara sendiri di alam terbuka dengan observasi atau penelitian sehingga anak – anak akan mendpat jawaban dari lam itu sendiri.
2.   Pelajaran harus maju selangkah demi selangkah, dan yang mudah ke yang sukar.
3.   Ekspresi dengan kata merupakan hal yang penting untuk mengetahui apa yang telah mereka pahami.
Dari uraian di atas dapat disarikan bahwa aliran Realis memiliki pandangan tentang pendidikan sebagai berikut :
1.      Anak – anak harus belajar dari alam.
2.      Belajar dengan metode induktif.
3.      Mementingkan aktivitas anak.
4.      Mengutamakan pengertian.
5.      Ekspresi kata untuk menyatakan pengertian menjadi penting.
6.      Belajar melalui bahasa ibu.
7.      Belajar dibantu oleh gambar – gambar.
8.      Materi dipelajari satu demi satu dari yang gampang ke yang sukar.
9.      Pelajaran disesuaikan dengan perkembangan anak.
10.  Pendidikan bersifat demokratis yaiut untuk semua anak.
11.  Pendidikan bersiat demokratis yaitu untuk semua anak.

Sesudah zaman Realisme berkembanglah paham Rasionalisme dengan tokohnya John Locke pada abad ke- 18. Aliran ini bertujuan memberikan kekuasaan bagi manusia untuk berfikir sendiri dan bertindak untuk dirinya. Karena itu latihan – latihan sangat diperlukan untuk memperkuat akal atau rasio.aliran ini juga disebut disiplinarianisme. Keyakinan mereka adalah akal merupakan sumber pengetahuan atau pengetahuan adalah sebagai hasil pengolahan akal. Paham ini muncul karena masyarakat dengan akalnya dapat menumbangkan kekuasaan raja Prancis yang absolute.

Proses belajar menurut John Locke ada tiga langkah, yaitu :
1.   Mengamati hal – hal yang ada diluar diri manusia.
2.   Mengingat apa yang telah diamati dan dihafalkan.
3.   Berfikir, yaiut mengolah bahan – bahan yang telah diperoleh tadi, ditimbang-timbang untuk diri sendiri.

Dengan materi pelajaran terutama bahasa Latin dan Ilmu pasti untuk melatih pikiran.

            Selanjutnya pada abad ke- 18 ini muncul pula aliran baru yaitu Naturalis sebagai reaksi terhadap aliran Rasionalis. Tokohnya adalah J.J Rousseau. Naturalism menentang kehidupan yang tidak wajar sebagai akibat dari Rasionalisme, seperti gaya hidup yang diperhalus, cara hidup yang di buat – buat, sampai dengan korupsi. Anak – anak dianggap sebagai orang dewasa kecil. Naturalism menginginkan keseimbangan antara kekuatan rasio dengan hati.

            Dalam pembaruan pendidikan Rousseau menulis buku dengan jdul Emile. Pada wal buku ini dituliskan kalimat inti dari maksud bukunya yaitu: segala sesuatu adalah baik ketika ia baru keluar dari alam; dan segala sesuatu menjadi jelek manakala ia sudah berada di tangan manusia. Rousseau ingin kembali ke alam yang wajar, pendidikan alam, alamlah yang menjadi guru.

            Emile adalah nama anak yang diperankan dalam buku itu, terdiri dari lima buku, yaitu :
1.   Buku I tentang pendidikan anak baru lahir sampai dengan umur 2 tahun. Yang ditekankan adalah perkembangan tubuh dan alat – alat indra.
2.   Buku II tentang pendidikan anak umur 2 tahun sampai dengan 12 tahun yang mengutamakan perkembangan alat – alat indra.
3.   Buku III tentang pendidikan anak umur 12 tahun sampai dengan 15 tahun yang mengutamakan perkembangan intelek.
4.   Buku IV tentang pendidikan anak umur 15 tahun sampai dengan 20 tahun yang mengutamakan pendidikan watak dan agama.
5.   Buku V bercerita tentang Sophia calon istri Emile adalah pendidikan wanita dan kesusilaan.

Nilai Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa diidentifikasikan dari sumber Agama, Pancasila, Budaya dan Tujuan Pendidikan Nasional. Berdasarkan keempat sumber tersebut teridentifikasi sejumlah Nilai Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa serta Indikator Keberhasilan Sekolah Dan Kelas Dalam Pengembangan Nilai Pendidikan Budaya Dan Karakter Bangsa.
Nilai Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Berikut Nilai Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa serta Indikator Keberhasilan Sekolah Dan Kelas:
1. Religius. Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
  • Indikator Keberhasilan Sekolah: Merayakan hari-hari besar keagamaan. Memiliki fasilitas yang dapat digunakan untuk beribadah. Memberikan kesempatan kepada semua peserta didik untuk melaksanakan ibadah.
  • Indikator Keberhasilan Kelas: Berdoa sebelum dan sesudah pelajaran. Memberikan kesempatan kepada semua peserta didik untuk melaksanakan ibadah.
2. Jujur. Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
  • Indikator Keberhasilan Sekolah: Menyediakan fasilitas tempat temuan barang hilang. Tranparansi laporan keuangan dan penilaian sekolah secara berkala. Menyediakan kantin kejujuran. Menyediakan kotak saran dan pengaduan. Larangan membawa fasilitas komunikasi pada saat ulangan atau ujian.
  • Indikator Keberhasilan Kelas: Menyediakan fasilitas tempat temuan barang hilang. Tempat pengumuman barang temuan atau hilang. Tranparansi laporan keuangan dan penilaian kelas secara berkala. Larangan menyontek.
3. Toleransi. Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
  • Indikator Keberhasilan Sekolah: Menghargai dan memberikan perlakuan yang sama terhadap seluruh warga sekolah tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, status sosial, status ekonomi, dan kemampuan khas. Memberikan perlakuan yang sama terhadapstakeholder tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, status sosial, dan status ekonomi.
  • Indikator Keberhasilan Kelas: Memberikan pelayanan yang sama terhadap seluruh warga kelas tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, status sosial, dan status ekonomi. Memberikan pelayanan terhadap anak berkebutuhan khusus. Bekerja dalam kelompok yang berbeda.
4. Disiplin. Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
  • Indikator Keberhasilan Sekolah: Memiliki catatan kehadiran. Memberikan penghargaan kepada warga sekolah yang disiplin. Memiliki tata tertib sekolah. Membiasakan warga sekolah untuk berdisiplin. Menegakkan aturan dengan memberikan sanksi secara adil bagi pelanggar tata tertib sekolah. Menyediakan peralatan praktik sesuai program studi keahlian (SMK).
  • Indikator Keberhasilan Kelas: Membiasakan hadir tepat waktu. Membiasakan mematuhi aturan. Menggunakan pakaian praktik sesuai dengan program studi keahliannya (SMK). Penyimpanan dan pengeluaran alat dan bahan (sesuai program studi keahlian) (SMK).
5. Kerja Keras. Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
  • Indikator Keberhasilan Sekolah: Menciptakan suasana kompetisi yang sehat. Menciptakan suasana sekolah yang menantang dan memacu untuk bekerja keras. Memiliki pajangan tentang slogan atau motto tentang kerja.
  • Indikator Keberhasilan Kelas: Menciptakan suasana kompetisi yang sehat. Menciptakan kondisi etos kerja, pantang menyerah, dan daya tahan belajar. Mencipatakan suasana belajar yang memacu daya tahan kerja. Memiliki pajangan tentang slogan atau motto tentang giat bekerja dan belajar.
6. Kreatif. Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
  • Indikator Keberhasilan Sekolah: Menciptakan situasi yang menumbuhkan daya berpikir dan bertindak kreatif.
  • Indikator Keberhasilan Kelas: Menciptakan situasi belajar yang bisa menumbuhkan daya pikir dan bertindak kreatif. Pemberian tugas yang menantang munculnya karya-karya baru baik yang autentik maupun modifikasi.
7. Mandiri. Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
  • Indikator Keberhasilan Sekolah: Menciptakan situasi sekolah yang membangun kemandirian peserta didik.
  • Indikator Keberhasilan Kelas: Menciptakan suasana kelas yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja mandiri.
8. Demokratis. Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
  • Indikator Keberhasilan Sekolah: Melibatkan warga sekolah dalam setiap pengambilan keputusan. Menciptakan suasana sekolah yang menerima perbedaan. Pemilihan kepengurusan OSIS secara terbuka.
  • Indikator Keberhasilan Kelas: Mengambil keputusan kelas secara bersama melalui musyawarah dan mufakat. Pemilihan kepengurusan kelas secara terbuka. Seluruh produk kebijakan melalui musyawarah dan mufakat. Mengimplementasikan model-model pembelajaran yang dialogis dan interaktif.
9. Rasa Ingin Tahu. Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
  • Indikator Keberhasilan Sekolah: Menyediakan media komunikasi atau informasi (media cetak atau media elektronik) untuk berekspresi bagi warga sekolah. Memfasilitasi warga sekolah untuk bereksplorasi dalam pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya.
  • Indikator Keberhasilan Kelas: Menciptakan suasana kelas yang mengundang rasa ingin tahu. Eksplorasi lingkungan secara terprogram. Tersedia media komunikasi atau informasi (media cetak atau media elektronik).
10. Semangat Kebangsaan. Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
  • Indikator Keberhasilan Sekolah:Melakukan upacara rutin sekolah. Melakukan upacara hari-hari besar nasional. Menyelenggarakan peringatan hari kepahlawanan nasional. Memiliki program melakukan kunjungan ke tempat bersejarah. Mengikuti lomba pada hari besar nasional.
  • Indikator Keberhasilan Kelas: Bekerja sama dengan teman sekelas yang berbeda suku, etnis, status sosial-ekonomi. Mendiskusikan hari-hari besar nasional.

11. Cinta Tanah Air. Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
  • Indikator Keberhasilan Sekolah: Menggunakan produk buatan dalam negeri. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Menyediakan informasi (dari sumber cetak, elektronik) tentang kekayaan alam dan budaya Indonesia.
  • Indikator Keberhasilan Kelas: Memajangkan: foto presiden dan wakil presiden, bendera negara, lambang negara, peta Indonesia, gambar kehidupan masyarakat Indonesia. Menggunakan produk buatan dalam negeri.
12. Menghargai Prestasi. Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
  • Indikator Keberhasilan Sekolah:Memberikan penghargaan atas hasil prestasi kepada warga sekolah. Memajang tanda-tanda penghargaan prestasi.
  • Indikator Keberhasilan Kelas:Memberikan penghargaan atas hasil karya peserta didik. Memajang tanda-tanda penghargaan prestasi. Menciptakan suasana pembelajaran untuk memotivasi peserta didik berprestasi.
13. Bersahabat/Komunikatif. Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
  • Indikator Keberhasilan Sekolah: Suasana sekolah yang memudahkan terjadinya interaksi antarwarga sekolah. Berkomunikasi dengan bahasa yang santun. Saling menghargai dan menjaga kehormatan. Pergaulan dengan cinta kasih dan rela berkorban.
  • Indikator Keberhasilan Kelas: Pengaturan kelas yang memudahkan terjadinya interaksi peserta didik. Pembelajaran yang dialogis. Guru mendengarkan keluhan-keluhan peserta didik. Dalam berkomunikasi, guru tidak menjaga jarak dengan peserta didik.
14. Cinta Damai. Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
  • Indikator Keberhasilan Sekolah: Menciptakan suasana sekolah dan bekerja yang nyaman, tenteram, dan harmonis. Membiasakan perilaku warga sekolah yang anti kekerasan. Membiasakan perilaku warga sekolah yang tidak bias gender. Perilaku seluruh warga sekolah yang penuh kasih sayang.
  • Indikator Keberhasilan Kelas: Menciptakan suasana kelas yang damai. Membiasakan perilaku warga sekolah yang anti kekerasan. Pembelajaran yang tidak bias gender. Kekerabatan di kelas yang penuh kasih sayang.
15. Gemar Membaca. Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
  • Indikator Keberhasilan Sekolah: Program wajib baca. Frekuensi kunjungan perpustakaan. Menyediakan fasilitas dan suasana menyenangkan untuk membaca.
  • Indikator Keberhasilan Kelas: Daftar buku atau tulisan yang dibaca peserta didik. Frekuensi kunjungan perpustakaan. Saling tukar bacaan. Pembelajaran yang memotivasi anak menggunakan referensi.
16. Peduli Lingkungan. Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
  • Indikator Keberhasilan Sekolah: Pembiasaan memelihara kebersihan dan kelestarian lingkungan sekolah. Tersedia tempat pembuangan sampah dan tempat cuci tangan. Menyediakan kamar mandi dan air bersih. Pembiasaan hemat energi. Membuat biopori di area sekolah. Membangun saluran pembuangan air limbah dengan baik. Melakukan pembiasaan memisahkan jenis sampah organik dan anorganik. Penugasan pembuatan kompos dari sampah organik. Penanganan limbah hasil praktik (SMK). Menyediakan peralatan kebersihan. Membuat tandon penyimpanan air. Memrogramkan cinta bersih lingkungan.
  • Indikator Keberhasilan Kelas: Memelihara lingkungan kelas. Tersedia tempat pembuangan sampah di dalam kelas. Pembiasaan hemat energi. Memasang stiker perintah mematikan lampu dan menutup kran air pada setiap ruangan apabila selesai digunakan (SMK).
17. Peduli Sosial. Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
  • Indikator Keberhasilan Sekolah: Memfasilitasi kegiatan bersifat sosial. Melakukan aksi sosial. Menyediakan fasilitas untuk menyumbang.
  • Indikator Keberhasilan Kelas: Berempati kepada sesama teman kelas. Melakukan aksi sosial. Membangun kerukunan warga kelas.
18. Tanggung Jawab. Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
  • Indikator Keberhasilan Sekolah:Membuat laporan setiap kegiatan yang dilakukan dalam bentuk lisan maupun tertulis. Melakukan tugas tanpa disuruh. Menunjukkan prakarsa untuk mengatasi masalah dalam lingkup terdekat. Menghindarkan kecurangan dalam pelaksanaan tugas.
  • Indikator Keberhasilan Kelas: Pelaksanaan tugas piket secara teratur. Peran serta aktif dalam kegiatan sekolah. Mengajukan usul pemecahan masalah.















DAFTAR PUSTAKA

Alfian, Magdalia. 2007. ‘Pendidikan Sejarah dan Permasalahan yang Dihadapi’.
Makalah. Disajikan dalam Seminar Nasional Ikatan Himpunan Mahasiswa Sejarah Se- Indonesia (IKAHIMSI), Semarang 16 April 2007
Hassan, Aini. 1998. ‘Pengajaran dan Pembelajaran Sejarah di Sekolah : Guru Sebagai Broker Ilmu Sejarah’. Dalam Jurnal Masalah Pendidikan. Jilid 21. Hal 109-123. Dalam http://myais.fsktm.um.edu.my/5154/1/8.pdf (Diunduh pada tanggal 28 Desember 2009
Isjoni. 2007. Pembelajaran Sejarah Pada Satuan Pendidikan. Bandung : Alfabeta
Kochhar, S.K. 2008. Pembelajaran Sejarah. Terjemahan Purwanta dan Yovita Hardiati. Jakarta : PT Grasindo
Sapriya. 2009. Pendidikan IPS. Bandung : PT Remaja Rosda Karya
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Sejarah#section_5

Kementerian Pendidikan Nasional Badan Penelitian Dan Pengembangan Pusat Kurikulum, Pengembangan Pendidikan Budaya Dan Karakter Bangsa, Jakarta 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar