Sejarah Konsep Waktu
Sejarah Etimologi Pengertian menurut para
ahli
Sejarah, babad, hikayat, riwayat, atau tambo dalam bahasa Indonesia dapat
diartikan sebagai kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa
lampau atau asal-usul (keturunan) silsilah, terutama bagi raja-raja yang
memerintah. Adapun
ilmu sejarah adalah ilmu yang digunakan untuk mempelajari peristiwa penting
masa lalu manusia. Pengetahuan sejarah
meliputi pengetahuan akan kejadian-kejadian yang sudah lampau serta pengetahuan
akan cara berpikir secara historis. Orang yang mengkhususkan diri mempelajari
sejarah atau ahli sejarah disebut sejarawan.
Dahulu,
pembelajaran mengenai sejarah dikategorikan sebagai bagian dari ilmu budaya
(humaniora). Akan tetapi, kini sejarah lebih sering dikategorikan ke dalam ilmu
sosial, terutama bila menyangkut perunutan sejarah secara kronologis. Ilmu
sejarah mempelajari berbagai kejadian yang berhubungan dengan kemanusiaan pada
masa lalu. Ilmu sejarah dapat dibagi menjadi kronologi, historiografi, genealogi,
paleografi, dan kliometrik.
J.V. Bryce Sejarah adalah catatan
dari apa yang telah dipikirkan, dikatakan, dan diperbuat oleh manusia.
W.H. Walsh Sejarah itu
menitikberatkan pada pencatatan yang berarti dan penting saja bagi manusia.
Catatan itu meliputi tindakan-tindakan dan pengalaman-pengalaman manusia di
masa lampau pada hal-hal yang penting sehingga merupakan cerita yang berarti.
Patrick Gardiner Sejarah adalah ilmu yang
mempelajari apa yang telah diperbuat oleh manusia.
Roeslan Abdulgani Ilmu sejarah adalah salah
satu cabang ilmu pengetahuan yang meneliti dan menyelidiki secara sistematis
keseluruhan perkembangan masyarakat serta kemanusiaan di masa lampau beserta
kejadian-kejadian dengan maksud untuk kemudian menilai secara kritis seluruh
hasil penelitiannya tersebut, untuk selanjutnya dijadikan perbendaharaan
pedoman bagi penilaian dan penentuan keadaan sekarang serta arah proses masa
depan.
Moh. Yamin Sejarah adalah suatu ilmu
pengetahuan yang disusun atas hasil penyelidikan beberapa peristiwa yang dapat
dibuktikan dengan bahan kenyataan.
Ibnu Khaldun (1332-1406) Sejarah didefinisikan
sebagai catatan tentang masyarakat umum manusia atau peradaban manusia yang
terjadi pada watak/sifat masyarakat itu.
Moh. Ali Moh. Ali dalam bukunya Pengantar Ilmu
Sejarah Indonesia, mempertegas pengertian sejarah sebagai berikut:
1.
Jumlah perubahan-perubahan, kejadian atau peristiwa dalam kenyataan di sekitar
kita.
2. Cerita tentang perubahan-perubahan,
kejadian, atau peristiwa dalam kenyataan di sekitar kita.
3.
Ilmu yang bertugas menyelidiki perubahan-perubahan, kejadian, dan atau
peristiwa dalam kenyataan di sekitar kita.
Dari beberapa uraian di atas dibuat kesimpulan sederhana bahwa sejarah
adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari segala peristiwa atau kejadian
yang telah terjadi pada masa lampau dalam kehidupan umat manusia. Dalam kehidupan manusia,
peristiwa sejarah merupakan suatu peristiwa yang abadi, unik, dan penting.
Peristiwa
yang abadi Peristiwa sejarah tidak berubah-ubah dan tetap dikenang sepanjang
masa.
Peristiwa
yang unik Peristiwa sejarah hanya terjadi satu kali dan tidak pernah terulang
persis sama untuk kedua kalinya.
Peristiwa
yang penting Peristiwa sejarah mempunyai arti dalam menentukan kehidupan orang
banyak.
Karena
lingkup sejarah sangat besar, perlu klasifikasi yang baik untuk memudahkan
penelitian. Bila beberapa penulis seperti H.G. Wells, Will Durant, dan Ariel
Durant menulis sejarah dalam lingkup umum, kebanyakan sejarawan memiliki
keahlian dan spesialisasi masing-masing.
Ada banyak cara untuk
memilah informasi dalam sejarah, antara lain:
Berdasarkan
kurun waktu (kronologis). Berdasarkan wilayah (geografis). Berdasarkan negara
(nasional). Berdasarkan kelompok suku bangsa (etnis). Berdasarkan topik atau
pokok bahasan (topikal). Dalam pemilahan tersebut, harus diperhatikan bagaimana
cara penulisannya seperti melihat batasan-batasan temporal dan spasial tema itu
sendiri. Jika hal tersebut tidak dijelaskan, maka sejarawan mungkin akan
terjebak ke dalam falsafah ilmu lain, misalnya sosiologi. Inilah sebabnya
Immanuel Kant yang disebut-sebut sebagai Bapak Sosiologi mengejek sejarah
sebagai "penata batu-bata" dari fakta-fakta sosiologis.
Banyak
orang yang mengkritik ilmu sejarah. Para pengkritik tersebut melihat sejarah
sebagai sesuatu yang tidak ilmiah karena tidak memenuhi faktor-faktor keilmuan,
terutama faktor "dapat dilihat atau dicoba kembali", artinya sejarah
hanya dipandang sebagai pengetahuan belaka, bukan sebagai ilmu. Sebenarnya,
pendapat ini kurang bisa diterima akal sehat karena sejarah mustahil dapat
diulang walau bagaimana pun caranya karena sejarah hanya terjadi sekali untuk
selama-lamanya. Walau mendapat tantangan sedemikian itu, ilmu sejarah terus
berkembang dan menunjukkan keeksisannya dalam tataran ilmu.
Sebuah sketsa dari
Perpustakaan Alexandria pada masa lalu
Ahli
sejarah mendapatkan informasi mengenai masa lampau dari berbagai sumber,
seperti catatan yang ditulis atau dicetak, mata uang atau benda bersejarah
lainnya, bangunan dan monumen, serta dari wawancara (yang sering disebut
sebagai "sejarah penceritaan", atau oral history dalam bahasa
Inggris). Untuk sejarah modern, sumber-sumber utama informasi sejarah adalah:
foto, gambar bergerak (misalnya: film layar lebar), audio, dan rekaman video.
Tidak semua sumber-sumber ini dapat digunakan untuk penelitian sejarah, karena
tergantung pada periodeyang hendak diteliti atau dipelajari. Penelitian sejarah
juga bergantung pada historiografi, atau cara pandang sejarah, yang berbeda
satu dengan yang lainnya.
Ada
banyak alasan mengapa orang menyimpan dan menjaga catatan sejarah, termasuk:
alasan administratif (misalnya: keperluan sensus, catatan pajak, dan catatan
perdagangan), alasan politis (guna memberi pujian atau kritik pada pemimpin
negara, politikus, atau orang-orang penting), alasan keagamaan, kesenian,
pencapaian olah raga (misalnya: rekor Olimpiade), catatan keturunan
(genealogi), catatan pribadi (misalnya surat-menyurat), dan hiburan.
Namun
dalam penulisan sejarah, sumber-sumber tersebut perlu dipilah-pilah. Metode ini
disebut dengan kritik sumber. Kritik sumber dibagi menjadi dua macam, yaitu
ekstern dan intern. Kritik ekstern adalah kritik yang pertama kali harus
dilakukan oleh sejarawan saat dia menulis karyanya, terutama jika sumber
sejarah tersebut berupa benda. Yakni dengan melihat validisasi bentuk fisik
karya tersebut, mulai dari bentuk, warna dan apa saja yang dapat dilihat secara
fisik. Sedang kritik intern adalah kritik yang dilihat dari isi sumber
tersebut, apakah dapat dipertanggungjawabkan atau tidak.
Wawancara
juga dipakai sebagai sumber sejarah. Namun perlu pula sejarawan bertindak
kritis baik dalam pemilahan narasumber sampai dengan translasi ke bentuk
digital atau tulisan.
Dulu,
penelitian tentang sejarah terbatas pada penelitian atas catatan tertulis atau
sejarah yang diceritakan. Akan tetapi, seiring dengan peningkatan jumlah
akademik profesional serta pembentukan cabang ilmu pengetahuan yang baru
sekitar abad ke-19 dan 20, terdapat pula informasi sejarah baru. Arkeologi,
antropologi, dan cabang-cabang ilmu sosial lainnya terus memberikan informasi
yang baru, serta menawarkan teori-teori baru tentang sejarah manusia. Banyak
ahli sejarah yang bertanya: apakah cabang-cabang ilmu pengetahuan ini termasuk
dalam ilmu sejarah, karena penelitian yang dilakukan tidak semata-mata atas
catatan tertulis? Sebuah istilah baru, yaitu nirleka, dikemukakan. Istilah
"prasejarah" digunakan untuk mengelompokkan cabang ilmu pengetahuan
yang meneliti periode sebelum ditemukannya catatan sejarah tertulis.
Pada
abad ke-20, pemisahan antara sejarah dan prasejarah mempersulit penelitian.
Ahli sejarah waktu itu mencoba meneliti lebih dari sekadar narasi sejarah
politik yang biasa mereka gunakan. Mereka mencoba meneliti menggunakan
pendekatan baru, seperti pendekatan sejarah ekonomi, sosial, dan budaya.
Semuanya membutuhkan bermacam-macam sumber. Di samping itu, ahli prasejarah
seperti Vere Gordon Childe menggunakan arkeologi untuk menjelaskan banyak
kejadian-kejadian penting di tempat-tempat yang biasanya termasuk dalam lingkup
sejarah (dan bukan prasejarah murni). Pemisahan seperti ini juga dikritik
karena mengesampingkan beberapa peradaban, seperti yang ditemukan di Afrika
Sub-Sahara dan di Amerika sebelum kedatangan Columbus.
Akhirnya,
secara perlahan-lahan selama beberapa dekade belakangan ini, pemisahan antara
sejarah dan prasejarah sebagian besar telah dihilangkan.
Sekarang,
tidak ada yang tahu pasti kapan sejarah dimulai. Secara umum sejarah diketahui
sebagai ilmu yang mempelajari apa saja yang diketahui tentang masa lalu umat
manusia (walau sudah hampir tidak ada pemisahan antara sejarah dan prasejarah,
ada bidang ilmu pengetahuan baru yang dikenal dengan Sejarah Besar). Kini
sumber-sumber apa saja yang dapat digunakan untuk mengetahui tentang sesuatu
yang terjadi pada masa lampau (misalnya: sejarah penceritaan, linguistik,
genetika, dan lain-lain), diterima sebagai sumber yang sah oleh kebanyakan ahli
sejarah.
Historiografi
Historiografi
adalah ilmu yang meneliti dan mengurai informasi sejarah berdasarkan sistem
kepercayaan dan filsafat. Walau tentunya terdapat beberapa bias (pendapat
subjektif) yang hakiki dalam semua penelitian yang bersifat historis (salah
satu yang paling besar di antaranya adalah subjektivitas nasional), sejarah
dapat dipelajari dari sudut pandang ideologis, misalnya: historiografi
Marxisme.
Ada
pula satu bentuk pengandaian sejarah (spekulasi mengenai sejarah) yang dikenal
dengan sebutan "sejarah virtual" atau "sejarah
kontra-faktual" (yaitu: cerita sejarah yang berlawanan -- atau kontra --
dengan fakta yang ada). Ada beberapa ahli sejarah yang menggunakan cara ini
untuk mempelajari dan menjelajahi kemungkinan-kemungkinan yang ada apabila
suatu kejadian tidak berlangsung atau malah sebaliknya berlangsung. Hal ini
mirip dengan jenis cerita fiksi sejarah alternatif.
Ahli-ahli
sejarah terkemuka yang membantu mengembangkan metode kajian sejarah antara
lain: Leopold von Ranke, Lewis Bernstein Namier, Geoffrey Rudolf Elton, G. M.
Trevelyan, dan A. J. P. Taylor. Pada tahun 1960an, para ahli sejarah mulai meninggalkan
narasi sejarah yang bersifat epik nasionalistik, dan memilih menggunakan narasi
kronologis yang lebih realistik.
Ahli
sejarah dari Perancis memperkenalkan metode sejarah kuantitatif. Metode ini
menggunakan sejumlah besar data dan informasi untuk menelusuri kehidupan
orang-orang dalam sejarah.
Ahli
sejarah dari Amerika, terutama mereka yang terilhami zaman gerakan hak asasi
dan sipil, berusaha untuk lebih mengikutsertakan kelompok-kelompok etnis, suku,
ras, serta kelompok sosial dan ekonomi dalam kajian sejarahnya.
Dalam
beberapa tahun kebelakangan ini, ilmuwan posmodernisme dengan keras
mempertanyakan keabsahan dan perlu tidaknya dilakukan kajian sejarah. Menurut
mereka, sejarah semata-mata hanyalah interpretasi pribadi dan subjektif atas
sumber-sumber sejarah yang ada. Dalam bukunya yang berjudul In Defense of
History (terj: Pembelaan akan Sejarah), Richard J. Evans, seorang profesor
bidang sejarah modern dari Universitas Cambridge di Inggris, membela pentingnya
pengkajian sejarah untuk masyarakat.
Sejarah
adalah topik ilmu pengetahuan yang sangat menarik. Tak hanya itu, sejarah juga
mengajarkan hal-hal yang sangat penting, terutama mengenai: keberhasilan dan
kegagalan dari para pemimpin kita, sistem perekonomian yang pernah ada,
bentuk-bentuk pemerintahan, dan hal-hal penting lainnya dalam kehidupan manusia
sepanjang sejarah. Dari sejarah, kita dapat mempelajari apa saja yang
memengaruhi kemajuan dan kejatuhan sebuah negara atau sebuah peradaban. Kita
juga dapat mempelajari latar belakang alasan kegiatan politik, pengaruh dari
filsafat sosial, serta sudut pandang budaya dan teknologi yang bermacam-macam,
sepanjang zaman.
Salah
satu kutipan yang paling terkenal mengenai sejarah dan pentingnya kita belajar
mengenai sejarah ditulis oleh seorang filsuf dari Spanyol, George Santayana.
Katanya: "Mereka yang tidak mengenal masa lalunya, dikutuk untuk
mengulanginya."
Filsuf
dari Jerman, Georg Wilhelm Friedrich Hegel mengemukakan dalam pemikirannya
tentang sejarah: "Inilah yang diajarkan oleh sejarah dan pengalaman: bahwa
manusia dan pemerintahan tidak pernah belajar apa pun dari sejarah atau
prinsip-prinsip yang didapat darinya." Kalimat ini diulang kembali oleh
negarawan dari Inggris Raya, Winston Churchill, katanya: "Satu-satunya hal
yang kita pelajari dari sejarah adalah bahwa kita tidak benar-benar belajar
darinya."
Winston
Churchill, yang juga mantan jurnalis dan seorang penulis memoar yang
berpengaruh, pernah pula berkata "Sejarah akan baik padaku, karena aku
akan menulisnya." Tetapi sepertinya, ia bukan secara literal merujuk pada
karya tulisnya, tetapi sekadar mengulang sebuah kutipan mengenai filsafat
sejarah yang terkenal: "Sejarah ditulis oleh sang pemenang."
Maksudnya, seringkali pemenang sebuah konflik kemanusiaan menjadi lebih
berkuasa dari taklukannya. Oleh karena itu, ia lebih mampu untuk meninggalkan
jejak sejarah -- dan pemelesetan fakta sejarah -- sesuai dengan apa yang mereka
rasa benar.
Pandangan
yang lain lagi menyatakan bahwa kekuatan sejarah sangatlah besar sehingga tidak
mungkin dapat diubah oleh usaha manusia. Atau, walaupun mungkin ada yang dapat
mengubah jalannya sejarah, orang-orang yang berkuasa biasanya terlalu
dipusingkan oleh masalahnya sendiri sehingga gagal melihat gambaran secara
keseluruhan.
Masih
ada pandangan lain lagi yang menyatakan bahwa sejarah tidak pernah berulang,
karena setiap kejadian sejarah adalah unik. Dalam hal ini, ada banyak faktor
yang menyebabkan berlangsungnya suatu kejadian sejarah; tidak mungkin seluruh
faktor ini muncul dan terulang lagi. Maka, pengetahuan yang telah dimiliki
mengenai suatu kejadian pada masa lampau tidak dapat secara sempurna diterapkan
untuk kejadian pada masa sekarang. Tetapi banyak yang menganggap bahwa
pandangan ini tidak sepenuhnya benar, karena pelajaran sejarah tetap dapat dan
harus diambil dari setiap kejadian sejarah. Apabila sebuah kesimpulan umum
dapat dengan seksama diambil dari kejadian ini, maka kesimpulan ini dapat
menjadi pelajaran yang penting. Misalnya: kinerja respon darurat bencana alam
dapat terus dan harus ditingkatkan; walaupun setiap kejadian bencana alam
memang, dengan sendirinya, unik.
Sasaran
dan Tujuan Pembelajaran Sejarah
Sejarah
merupakan cabang ilmu pengetahuan yang menelaah tentang asal-usul dan
perkembagan serta peranan masyarakat dimasa lampau berdasarkan metode dan
metodologi tertentu (Sapriya, 2009:208-209). Terkait dengan pendidikan sejarah
di sekolah dasar hingga sekolah menengah, pengetahuan masa lampau tersebut
mengandung nilai-nilai kearifan yang dapat digunakan untuk melatih kecerdasan,
membentuk sikap, watak dan kepribadian siswa.
Sasaran umum
pembelajaran sejarah menurut S.K. Kochhar (2008:27-37) adalah :
1. Mengembangkan tentang diri
sendiri.
2. Memberikan gambaran yang tepat
tentang konsep waktu, ruang dan masyarakat.
3. Membuat masyarakat mampu
mengevaluasi nilai dan hasil yang telah dicapai oleh generasinya.
4. Mengajarkan toleransi.
5. Menanamkan sikap intelektual.
6. Memperluas cakrawala
intelektualitas.
7. Mengajarkan prinsip-prinsip
intelektualitas.
8. Mengajarkan prinsip-prinsip
moral.
9. Menanamkan orientasi kemasa
depan.
10. Memberikan pelatihan mental.
11. Melatih siswa menangani isu-isu
kontroversial.
12. Membantu mencarikan jalan keluar
bagi berbagai masalah sosial dan perorangan.
13. Memperkokoh rasa nasionalisme.
14. Mengembangkan pemahaman
internasioanal.
15. Mengembangkan keterempilan-keterampilan
yang berguna.
Tujuan Pembelajaran Sejarah
Sejarah
adalah mata pelajaran yang menanamkan pengetahuan dan nilai-nilai mengenai
proses perubahan dan perkembangan masyarakat Indonesa dan dunia pada masa
lampau hinnga kini (Isjoni, 2007:71). Orientasi pembelajaran sejarah di tingkat
SMA bertujuan untuk agar siswa memperoleh pemahaman ilmu dan memupuk pemikiran
historis dan pemahaman sejarah. Pemahaman ilmu membawa pemerolehan fakta dan
penguasaan ide-ide dan kaedah sejarah (Isjoni, 2007:71 ; Hassan, 1998:113).
Sebagai
sarana pendidikan, pengajaran sejarah termasuk pengajaran normatif, karena
tujuan dan sasarannya lebih dutujukan pada segi-segi normatif yaitu segi nilai
dan makna yang sesuai dengan tujuan pendidikan itu sendiri (Alfian, 2007:1).
Melalui pengajaran sejarah siswa mampu mengembangkan kompetensi untuk berpikir
secara kronologis dan memiliki pengetahuan tentang masa lampau yang dapat
digunakan untuk memahami dan menjelaskan proses perkembanagan dan perubahan
masyarakat serta keragaman sosial budaya dalam rangka menemukan dan menumbuhkan
jatidiri bangsa ditengah-tengah kehidupan masyarakat dunia.
Pengajaran
sejarah juga bertujuan agar siswa menyadari adanya keragaman pengalaman hidup
pada masing-masing masyarakat dan adanya cara pandang yang berbeda terhadap
masa lampau untuk memahami masa kini dan membangun pengetahuan serta pemahaman
untuk menghadapai masa yang akan datang (Depdiknas, 2003 dalam Isjoni,
2007:72).
Tujuan
instruksional pembelajaran sejarah di Sekolah Menengah Atas menurut S.K.
Kochhar (2008) adalah mengembangkan (1) pengetahuan, (2) pemahaman, (3)
pemikiran kritis, (4) keterampilan praktis, (5) minat, dan (6) perilaku. Sedangkan menurut Sapriya (2009:209-210)
mata pelajaran sejarah bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan :
1. Membangun kesadaran peserta didik
tentang pentingnya waktu dan tempat yang merupakan sebuah proses dari masa
lampau, masa kini dan masa depan.
2. Melatih daya krirtis peserta
didik untuk memahami fakta sejarah secara benar dengan didasarkan pada
pendekatan ilmiah dan metodologi keilmuan.
3. Menumbuhkan apresiasi dan
penghargaan peserta didik terhadap peninggalan sejarah sebagai bukti peradaban
bangsa Indonesia dimasa lampau.
4. Menumbuhkan pemahaman peserta
didik terhadap proses terbentuknya bangsa Indonesia melalui sejarah yang
panjang dan masih berproses hingga masa kini dan masa yang akan datang.
5. Menumbuhkan kesadaran dalam diri
peserta didik sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang memiliki rasa bangga
dan cinta tanah air yang dapat di implementasikan dalam berbagai bidang
kehidupan baik nasional maupun internasional
Landasan Sejarah
Sejarah
adalah keadaan masa lampau dengan segala macam kejadian atau kegiatan yang dapat
didasari oleh konsep-konsep tertentu. Sejarah mencakup segala kejadian dalam
ala mini, termasuk hal –hal yang dikembangkan oleh budi daya manusia.
Demikianlah ada sejarah candi, sejarah fosil, sejarah batu – batuan, sejarah
perkembangan benua dan pulau, sejarah politik, sejarah suatu Negara, sejarah
ilmu, sejarah pendidikan, dan sebagainya.
Sejarah
penuh dengan informasi - informasi yang
mengandung kejadian, model, konsep, teori, praktik, moral, cita-cita, bentuk
dan sebagainya. Informasi – informasi yang lampau ini terutama yang bersifat
kebudayaan pada umumnya berisi konsep, praktik, dan hasil yang diperoleh.
Sejarah tentang candi Borobudur misalnya mengandung konsep tentang cara membuat
candi itu, tujuan yang ingin dicapai, proses pembuatannya, dan hasil yang bias
dinikmati sampai saat ini.
Informasi – informasi tersebut di atas merupakan warisan generasi muda dan
generasi pendahulunya yang tidak ternilai harganya. Generasi muda banyak
belajar dari informasi ini. Belajar dalam arti memanfaatkan informasi ini dalam
upaya memajukan diri. Bukan belajar hanya menerima dan bertahan dalam
kebudayaan itu, melainkan kebudayaan itu dijadikan landasan dan bahan
perbandingan untuk maju.
Setiap
bidang kegiatan yang dikejar oleh manusia untuk maju, pada umumnya dikaitkan
juga dengan bagaimana keadaan bidang itu pada masa lampau. Apakah bidang itu
dahulu sudah baik atau maju, apakah baru dalam fase mulai, ataukah sudah lama
dikerjakan tetapihasilnya belum memuaskan, bagaimana konsep dan praktiknya ?
jawaban dari pertanyan – pertanyaan tersebut di atas memberi dasar orang –
orang bersangkutan untuk bertindak lebih lanjut dalam bidang itu. Demikian juga
dalam bidang pendidikan, para ahli pendidikan sebelum menangani bidang itu,
terlebih dahulu mereka memeriksa sejarah tentang pendidikan baik yang bersifat
nasional maupun internasional. Dengan cara ini mereka tahu apa yang sudah
dikerjakan oleh bangsanya dan hasil yang diperoleh, mereka juga bias memeriksa
apakah sudah cocok dengan keadaan/tujuan pendidikan sekarang. Sebagai bahan
tambahan, mereka juga mencari informasi pada sejarah pendidikan dunia.
A.
Sejarah Pendidikan Dunia (dari diktat Pribadi)
Umur sejarah
pendidikan dunia sudah panjangan sekali. Mulai dari zaman Hellenisme tahun
150SM – 500, ke zaman pertengahan tahun 500 – 1500, zaman Hellenisme atau Renaissance serta zaman
Reformasi dan Kontra Reformasi pada Tahun 1600an. Pendidikan pada zaman ini
belum banyak memberikan kontribusinya pada pendidikan zaman sekarang. Oleh
sebab itu , pendidikan yang terjadi pada zaman ini tidak diuraikan.
Pendidikan
yang mulai menunjukkan perbedaan eksistensinya dengan pendidikan – pendidikan
sebelumnya adalah sejak zaman Realisme. Bila pendidikan-pendidikan sebelumnya
masih banyak berkiblat pada dunia ide, dunia surge, atau akhirat, maka pada
zaman Realisme, pendidikan diarahkan pada kehidupan dunia dan bersumber dari
keadaan didunia pula.
Gerakan ini
didorong oleh berkembangnya ilmu – ilmu pengetahuan alam, seperti penemuan –
penemuan baru dalam ilmu pengetahuan alam, seperti penemuan – penemuan baru
dalam ilmu falak tentang planet – planet dan bumi mengitari matahari serta
penemuan – penemuan daerah baru dalam mengelilingi dunia. Orang – orang mulai
mengarahka perhatiannya pada alam tempat mereka hidup dan menjalani kehidupan
ini. Mereka kurang percaya pada metode deduktif, yaitu bertitik tolak dari
ketentuan umum yang tertulis dalam buku kebudayaan klasik menuju ke gejala –
gejala yang ada di alam ini. Gejala tidak dijelaskan lewat buku klasik,
melainkan mereka selidiki sendiri dan tafsirkan sendiri maknanya, sebagai zaman
kebangkitan ilmu.
Francis
Bacon adalah tokoh pendidikan pada zaman Realisme ini (abad ke-17) yang pertama
mengembangkan metode induktif. Pendapat Bacon adalah sebagai berikut :
1. Dalam
menemukan dan mengembangkan pengetahuan, pandangan harus diarahkan kepada
realita ala mini serta hal – hal praktis yang ada di dalamnya.
2. Alam lingkungan adalah sumber
pengetahuan yang bias didapat lewat alat – alat indra.
3. Menggunakan metode berpikir
induktif, yaitu mulai dari menemukan fakta – fakta khusus kemudian dianalisis
sehingga menimpulkan simpulan.
4. Bila memungkinkan dapat
mengembangkan pengetahuan dengan eksperimen – eksperimen.
5. Penggunaan bahasa daerah lebih diutamakan.
Ada sejumlah
prinsip pendidikan yang berkembang pada waktu itu, yang dirumuskan oleh Bacon
beserta pengikutnya, yaitu.
1. Pendidikan lebih dihargai daripada
pengajran sebab mengembangkan semua kemampuan manusia.
2. Pendidikan harus menekankan aktivitas sendiri.
3. Penamaan pengertian lebih penting daripada hafalan.
4. Pelajaran disesuaikan dengan perkembangan anak.
5. Pelajaran harus diberikan satu per satu.
6. Pengetahuan diperoleh dengan metode induksi.
7. Semua anak harus mendapatkan kesempatan yang sama
untuk belajar.
Tokoh Realisme yang lain adalah
Johann Amos Comenius. Tokoh ini terkenal karena bukunya:
1. Janua Linguarum Reserata atau Pintu Terbuka bagi bahasa, Tahun 1631.
2. Didactica Magna atau Buku Didaktik yang besar, Tahun 1632.
3.Orbis Pictus atau Gambar Dunia, Tahun 1651.
Buku yang
pertama adalah buku pelajaran bahasa, yaitu cara untuk memudahkan, mempelajari
bahasa latin, dengan jalan menuliskan bahasa latin pada sebelah kiri dan bahasa
daerahnya disebelah kanan. Dengan cara ini, anak – anak diharapkan lebih mudah
belajar bahasa latin sebab terjemahannya sudah tersedia di sebelah kanan.
Buku
pelajaran bahasa ini kemudian disempurnakan dengan memasukkan gambar – gambar ke
dalamnya, yang dikenal denganbuku Orbis
Pictus. Setiap kata atau angka
dilengkapi dengan gambar sehingga ada asosiasi antara arti kata atau angka itu
dengan gambar.
Begitu
pula antara kalimat dengan gambar. Dengan cara ni anak – anak menjadi lebih
mudah mempelajari bahasa Latin itu. Disamping itu Comenius juga mengharapkan
cara ini dapat mendorong anak – anak lebih aktif belajar. Buku ini merupakan
sumber pengajaran dengan alat peraga.
Sementara
itu buku Didactica Magna merupakan
buku yang buku yang menceritakan tentang didaktik atau cara mengajar. Comenius
menghendaki metode yang sesuai dengan perkembangan alamiah atau hukum – hokum
alam, dengan cara:
1. Belajar
melalui peragaan atau cara sendiri di alam terbuka dengan observasi atau
penelitian sehingga anak – anak akan mendpat jawaban dari lam itu sendiri.
2. Pelajaran
harus maju selangkah demi selangkah, dan yang mudah ke yang sukar.
3. Ekspresi
dengan kata merupakan hal yang penting untuk mengetahui apa yang telah mereka
pahami.
Dari uraian
di atas dapat disarikan bahwa aliran Realis memiliki pandangan tentang
pendidikan sebagai berikut :
1.
Anak – anak harus belajar dari alam.
2.
Belajar dengan metode induktif.
3.
Mementingkan aktivitas anak.
4.
Mengutamakan pengertian.
5.
Ekspresi kata untuk menyatakan pengertian menjadi penting.
6.
Belajar melalui bahasa ibu.
7.
Belajar dibantu oleh gambar – gambar.
8.
Materi dipelajari satu demi satu dari yang gampang ke yang sukar.
9.
Pelajaran disesuaikan dengan perkembangan anak.
10.
Pendidikan bersifat demokratis yaiut untuk semua anak.
11.
Pendidikan bersiat demokratis yaitu untuk semua anak.
Sesudah
zaman Realisme berkembanglah paham Rasionalisme dengan tokohnya John Locke pada
abad ke- 18. Aliran ini bertujuan memberikan kekuasaan bagi manusia untuk
berfikir sendiri dan bertindak untuk dirinya. Karena itu latihan – latihan
sangat diperlukan untuk memperkuat akal atau rasio.aliran ini juga disebut disiplinarianisme. Keyakinan mereka
adalah akal merupakan sumber pengetahuan atau pengetahuan adalah sebagai hasil
pengolahan akal. Paham ini muncul karena masyarakat dengan akalnya dapat
menumbangkan kekuasaan raja Prancis yang absolute.
Proses
belajar menurut John Locke ada tiga langkah, yaitu :
1. Mengamati
hal – hal yang ada diluar diri manusia.
2. Mengingat
apa yang telah diamati dan dihafalkan.
3. Berfikir,
yaiut mengolah bahan – bahan yang telah diperoleh tadi, ditimbang-timbang untuk diri sendiri.
Dengan materi pelajaran terutama
bahasa Latin dan Ilmu pasti untuk melatih pikiran.
Selanjutnya
pada abad ke- 18 ini muncul pula aliran baru yaitu Naturalis sebagai reaksi
terhadap aliran Rasionalis. Tokohnya adalah J.J Rousseau. Naturalism menentang
kehidupan yang tidak wajar sebagai akibat dari Rasionalisme, seperti gaya hidup
yang diperhalus, cara hidup yang di buat – buat, sampai dengan korupsi. Anak –
anak dianggap sebagai orang dewasa kecil. Naturalism menginginkan keseimbangan
antara kekuatan rasio dengan hati.
Dalam
pembaruan pendidikan Rousseau menulis buku dengan jdul Emile. Pada wal buku ini dituliskan kalimat inti dari maksud
bukunya yaitu: segala sesuatu adalah baik ketika ia baru keluar dari alam; dan
segala sesuatu menjadi jelek manakala ia sudah berada di tangan manusia.
Rousseau ingin kembali ke alam yang wajar, pendidikan alam, alamlah yang
menjadi guru.
Emile
adalah nama anak yang diperankan dalam buku itu, terdiri dari lima buku, yaitu
:
1. Buku
I tentang pendidikan anak baru lahir sampai dengan umur 2 tahun. Yang
ditekankan adalah perkembangan tubuh dan alat – alat indra.
2. Buku
II tentang pendidikan anak umur 2 tahun sampai dengan 12 tahun yang
mengutamakan perkembangan alat – alat indra.
3.
Buku III tentang pendidikan anak umur 12 tahun sampai dengan 15 tahun yang
mengutamakan perkembangan intelek.
4. Buku
IV tentang pendidikan anak umur 15 tahun sampai dengan 20 tahun yang
mengutamakan pendidikan watak dan agama.
5. Buku
V bercerita tentang Sophia calon istri Emile adalah pendidikan wanita dan kesusilaan.
Nilai Pendidikan Budaya
dan Karakter Bangsa
Nilai-nilai yang dikembangkan
dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa diidentifikasikan dari sumber Agama,
Pancasila, Budaya dan Tujuan Pendidikan Nasional. Berdasarkan
keempat sumber tersebut teridentifikasi sejumlah Nilai Pendidikan Budaya dan
Karakter Bangsa serta Indikator Keberhasilan Sekolah Dan Kelas Dalam
Pengembangan Nilai Pendidikan Budaya Dan Karakter Bangsa.
Nilai Pendidikan Budaya dan
Karakter Bangsa
Berikut Nilai Pendidikan
Budaya dan Karakter Bangsa serta Indikator Keberhasilan Sekolah Dan Kelas:
1. Religius. Sikap dan
perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran
terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama
lain.
- Indikator Keberhasilan Sekolah: Merayakan
hari-hari besar keagamaan. Memiliki fasilitas yang dapat digunakan untuk
beribadah. Memberikan kesempatan kepada semua peserta didik untuk melaksanakan
ibadah.
- Indikator Keberhasilan Kelas: Berdoa sebelum
dan sesudah pelajaran. Memberikan kesempatan kepada semua peserta didik
untuk melaksanakan ibadah.
2. Jujur. Perilaku
yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat
dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
- Indikator Keberhasilan Sekolah: Menyediakan
fasilitas tempat temuan barang hilang. Tranparansi laporan keuangan dan
penilaian sekolah secara berkala. Menyediakan kantin kejujuran.
Menyediakan kotak saran dan pengaduan. Larangan membawa fasilitas
komunikasi pada saat ulangan atau ujian.
- Indikator Keberhasilan Kelas: Menyediakan
fasilitas tempat temuan barang hilang. Tempat pengumuman barang temuan
atau hilang. Tranparansi laporan keuangan dan penilaian kelas secara
berkala. Larangan menyontek.
3. Toleransi. Sikap dan
tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan
tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
- Indikator Keberhasilan Sekolah: Menghargai dan
memberikan perlakuan yang sama terhadap seluruh warga sekolah tanpa
membedakan suku, agama, ras, golongan, status sosial, status ekonomi, dan
kemampuan khas. Memberikan perlakuan yang sama terhadapstakeholder tanpa
membedakan suku, agama, ras, golongan, status sosial, dan status ekonomi.
- Indikator Keberhasilan Kelas: Memberikan
pelayanan yang sama terhadap seluruh warga kelas tanpa membedakan suku,
agama, ras, golongan, status sosial, dan status ekonomi. Memberikan
pelayanan terhadap anak berkebutuhan khusus. Bekerja dalam kelompok yang
berbeda.
4. Disiplin. Tindakan
yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan
peraturan.
- Indikator Keberhasilan Sekolah: Memiliki
catatan kehadiran. Memberikan penghargaan kepada warga sekolah yang
disiplin. Memiliki tata tertib sekolah. Membiasakan warga sekolah untuk
berdisiplin. Menegakkan aturan dengan memberikan sanksi secara adil bagi
pelanggar tata tertib sekolah. Menyediakan peralatan praktik sesuai
program studi keahlian (SMK).
- Indikator Keberhasilan Kelas: Membiasakan
hadir tepat waktu. Membiasakan mematuhi aturan. Menggunakan pakaian
praktik sesuai dengan program studi keahliannya (SMK). Penyimpanan dan
pengeluaran alat dan bahan (sesuai program studi keahlian) (SMK).
5. Kerja Keras. Tindakan
yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan
peraturan.
- Indikator Keberhasilan Sekolah: Menciptakan
suasana kompetisi yang sehat. Menciptakan suasana sekolah yang menantang
dan memacu untuk bekerja keras. Memiliki pajangan tentang slogan atau
motto tentang kerja.
- Indikator Keberhasilan Kelas: Menciptakan
suasana kompetisi yang sehat. Menciptakan kondisi etos kerja, pantang
menyerah, dan daya tahan belajar. Mencipatakan suasana belajar yang memacu
daya tahan kerja. Memiliki pajangan tentang slogan atau motto tentang giat
bekerja dan belajar.
6. Kreatif. Berpikir
dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang
telah dimiliki.
- Indikator Keberhasilan Sekolah: Menciptakan
situasi yang menumbuhkan daya berpikir dan bertindak kreatif.
- Indikator Keberhasilan Kelas: Menciptakan
situasi belajar yang bisa menumbuhkan daya pikir dan bertindak kreatif.
Pemberian tugas yang menantang munculnya karya-karya baru baik yang
autentik maupun modifikasi.
7. Mandiri. Sikap dan
perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan
tugas-tugas.
- Indikator Keberhasilan Sekolah: Menciptakan
situasi sekolah yang membangun kemandirian peserta didik.
- Indikator Keberhasilan Kelas: Menciptakan
suasana kelas yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
bekerja mandiri.
8. Demokratis. Cara
berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya
dan orang lain.
- Indikator Keberhasilan Sekolah: Melibatkan
warga sekolah dalam setiap pengambilan keputusan. Menciptakan suasana
sekolah yang menerima perbedaan. Pemilihan kepengurusan OSIS secara
terbuka.
- Indikator Keberhasilan Kelas: Mengambil
keputusan kelas secara bersama melalui musyawarah dan mufakat. Pemilihan
kepengurusan kelas secara terbuka. Seluruh produk kebijakan melalui
musyawarah dan mufakat. Mengimplementasikan model-model pembelajaran yang
dialogis dan interaktif.
9. Rasa Ingin Tahu. Sikap dan
tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari
sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
- Indikator Keberhasilan Sekolah: Menyediakan
media komunikasi atau informasi (media cetak atau media elektronik) untuk
berekspresi bagi warga sekolah. Memfasilitasi warga sekolah untuk
bereksplorasi dalam pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya.
- Indikator Keberhasilan Kelas: Menciptakan
suasana kelas yang mengundang rasa ingin tahu. Eksplorasi lingkungan
secara terprogram. Tersedia media komunikasi atau informasi (media cetak
atau media elektronik).
10. Semangat Kebangsaan. Cara
berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan
negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
- Indikator Keberhasilan Sekolah:Melakukan
upacara rutin sekolah. Melakukan upacara hari-hari besar nasional.
Menyelenggarakan peringatan hari kepahlawanan nasional. Memiliki program
melakukan kunjungan ke tempat bersejarah. Mengikuti lomba pada hari besar
nasional.
- Indikator Keberhasilan Kelas: Bekerja sama
dengan teman sekelas yang berbeda suku, etnis, status sosial-ekonomi. Mendiskusikan
hari-hari besar nasional.
11. Cinta Tanah Air. Cara
berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan
negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
- Indikator Keberhasilan Sekolah: Menggunakan
produk buatan dalam negeri. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan
benar. Menyediakan informasi (dari sumber cetak, elektronik) tentang
kekayaan alam dan budaya Indonesia.
- Indikator Keberhasilan Kelas: Memajangkan:
foto presiden dan wakil presiden, bendera negara, lambang negara, peta
Indonesia, gambar kehidupan masyarakat Indonesia. Menggunakan produk
buatan dalam negeri.
12. Menghargai Prestasi. Sikap dan
tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi
masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
- Indikator Keberhasilan Sekolah:Memberikan
penghargaan atas hasil prestasi kepada warga sekolah. Memajang tanda-tanda
penghargaan prestasi.
- Indikator Keberhasilan Kelas:Memberikan
penghargaan atas hasil karya peserta didik. Memajang tanda-tanda
penghargaan prestasi. Menciptakan suasana pembelajaran untuk memotivasi
peserta didik berprestasi.
13. Bersahabat/Komunikatif. Sikap dan
tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi
masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
- Indikator Keberhasilan Sekolah: Suasana
sekolah yang memudahkan terjadinya interaksi antarwarga sekolah.
Berkomunikasi dengan bahasa yang santun. Saling menghargai dan menjaga
kehormatan. Pergaulan dengan cinta kasih dan rela berkorban.
- Indikator Keberhasilan Kelas: Pengaturan kelas
yang memudahkan terjadinya interaksi peserta didik. Pembelajaran yang
dialogis. Guru mendengarkan keluhan-keluhan peserta didik. Dalam
berkomunikasi, guru tidak menjaga jarak dengan peserta didik.
14. Cinta Damai. Sikap dan
tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi
masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
- Indikator Keberhasilan Sekolah: Menciptakan
suasana sekolah dan bekerja yang nyaman, tenteram, dan harmonis.
Membiasakan perilaku warga sekolah yang anti kekerasan. Membiasakan
perilaku warga sekolah yang tidak bias gender. Perilaku seluruh warga
sekolah yang penuh kasih sayang.
- Indikator Keberhasilan Kelas: Menciptakan suasana
kelas yang damai. Membiasakan perilaku warga sekolah yang anti kekerasan.
Pembelajaran yang tidak bias gender. Kekerabatan di kelas yang penuh kasih
sayang.
15. Gemar Membaca. Kebiasaan
menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi
dirinya.
- Indikator Keberhasilan Sekolah: Program wajib
baca. Frekuensi kunjungan perpustakaan. Menyediakan fasilitas dan suasana
menyenangkan untuk membaca.
- Indikator Keberhasilan Kelas: Daftar buku atau
tulisan yang dibaca peserta didik. Frekuensi kunjungan perpustakaan.
Saling tukar bacaan. Pembelajaran yang memotivasi anak menggunakan
referensi.
16. Peduli Lingkungan. Sikap dan
tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di
sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang
sudah terjadi.
- Indikator Keberhasilan Sekolah: Pembiasaan
memelihara kebersihan dan kelestarian lingkungan sekolah. Tersedia tempat
pembuangan sampah dan tempat cuci tangan. Menyediakan kamar mandi dan air
bersih. Pembiasaan hemat energi. Membuat biopori di area sekolah.
Membangun saluran pembuangan air limbah dengan baik. Melakukan pembiasaan
memisahkan jenis sampah organik dan anorganik. Penugasan pembuatan kompos
dari sampah organik. Penanganan limbah hasil praktik (SMK). Menyediakan
peralatan kebersihan. Membuat tandon penyimpanan air. Memrogramkan cinta
bersih lingkungan.
- Indikator Keberhasilan Kelas: Memelihara
lingkungan kelas. Tersedia tempat pembuangan sampah di dalam kelas.
Pembiasaan hemat energi. Memasang stiker perintah mematikan lampu dan
menutup kran air pada setiap ruangan apabila selesai digunakan (SMK).
17. Peduli Sosial. Sikap dan
tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang
membutuhkan.
- Indikator Keberhasilan Sekolah: Memfasilitasi
kegiatan bersifat sosial. Melakukan aksi sosial. Menyediakan fasilitas
untuk menyumbang.
- Indikator Keberhasilan Kelas: Berempati kepada
sesama teman kelas. Melakukan aksi sosial. Membangun kerukunan warga
kelas.
18. Tanggung Jawab. Sikap dan
perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya
dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan
budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
- Indikator Keberhasilan Sekolah:Membuat laporan
setiap kegiatan yang dilakukan dalam bentuk lisan maupun tertulis.
Melakukan tugas tanpa disuruh. Menunjukkan prakarsa untuk mengatasi
masalah dalam lingkup terdekat. Menghindarkan kecurangan dalam pelaksanaan
tugas.
- Indikator Keberhasilan Kelas: Pelaksanaan
tugas piket secara teratur. Peran serta aktif dalam kegiatan sekolah.
Mengajukan usul pemecahan masalah.
DAFTAR PUSTAKA
Alfian, Magdalia. 2007. ‘Pendidikan
Sejarah dan Permasalahan yang Dihadapi’.
Makalah. Disajikan dalam Seminar
Nasional Ikatan Himpunan Mahasiswa Sejarah Se- Indonesia (IKAHIMSI), Semarang
16 April 2007
Hassan, Aini. 1998. ‘Pengajaran dan
Pembelajaran Sejarah di Sekolah : Guru Sebagai Broker Ilmu Sejarah’. Dalam
Jurnal Masalah Pendidikan. Jilid 21. Hal 109-123. Dalam
http://myais.fsktm.um.edu.my/5154/1/8.pdf (Diunduh pada tanggal 28 Desember
2009
Isjoni. 2007. Pembelajaran Sejarah
Pada Satuan Pendidikan. Bandung : Alfabeta
Kochhar, S.K. 2008. Pembelajaran
Sejarah. Terjemahan Purwanta dan Yovita Hardiati. Jakarta : PT Grasindo
Sapriya. 2009. Pendidikan IPS.
Bandung : PT Remaja Rosda Karya
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Sejarah#section_5
Kementerian Pendidikan Nasional Badan Penelitian
Dan Pengembangan Pusat Kurikulum, Pengembangan
Pendidikan Budaya Dan Karakter Bangsa, Jakarta 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar